Posted in Gubuk Ceria

Dunia Khayal

Parang Tambung, 26 Mei 2013

Alhamdulillah, Minggu 26 Mei 2013 Gubuk Ceria kembali bersua. Bermula saat pagi menyapa. Hari yang begitu cerah langsung membuat saya tak sabar untuk bertemu mereka. Selepas sholat subuh, mengaji dan mandi saya lalu bersiap-siap. Langkah saya pun langsung tertuntun untuk menyambangi salah satu rumah. Itu adalah rumah Cantik.

Cantik adalah salah seorang anak didik di komunitas Gubuk Ceria. Gadis kecil yang berusia 8 Tahun ini merupakan anak ke 4 dari tujuh bersaudara. Kakak tertuanya bernama Arif menyusul Rika, dan Sultan yang juga aktif mengikuti kegiatan pembelajaran di Gubuk Ceria. Adik mereka juga tak kalah bersemangat yaitu Pipi dan Yusron. Terkecuali si bungsu Najwa karena masih berusia 1 tahun.

Sekitar pukul 08.00. pagi, Cantik menyambut kedatangan saya dengan senyuman khasnya. Kebetulan Ibu cantik juga ada disitu. Kami saling melempar senyum lalu menanyakan kabar dan kemudian duduk berbincang.

Beliau merupakan salah seorang tetangga kompleks yang saya kenal. Tentu saja, ketika kami berjumpa ada banyak hal yang menjadi topik perbincangan. Namun diantara semua topik yang kami perbincangkan kala itu, ada yang paling menarik. Topik itu juga paling sering Beliau ceritakan yaitu seputar dunia anak-anak. Terutama tentang perkembangan ke tujuh buah hatinya.

Beliau mengatakan bahwa ada-ada saja kejadian lucu yang dilakukan oleh buah hatinya setiap hari. Salah satunya tingkah Yusron yang selalu saja mencubit pipi Najwa, yang merupakan anak terbungsu. Itu dikarenakan Yusron ternyata begitu gemas melihat tingkah adiknya yang mulai pintar berjalan. Inilah bentuk kasih sayangnya. Namun hal itu juga selalu menghadirkan tangis bagi adiknya. Hingga awalnya sempat membuat Beliau bingung tentang bagaimana caranya bersikap yang benar pada sang kakak, Yusron.

Dalam salah satu kutipan buku yang saya baca. Judulnya 20 langkah menghentikan tangis anak. Nah, disitu diceritakan pengalaman para orang tua dalam mengatasi tangis anak dan ternyata berhasil. Salah satunya dengan menyediakan Jus Air Mata. Caranya saat si kecil menangis terlalu lama maka Ibu harus mengatakan

“Silahkan menangis, Tunjukkanlah air mata yang lezat yang menetes dari kedua matamu dan Mama akan mengambil gelas karena ingin mencicipi air matamu.”

Kemudian ambil gelas yang sebelumnya terisi sedikit air dan letakkan di bawah matanya. Dengan berulang kali menerapkannya maka anak akan paham bahwa tangisannya tidak berguna untuk memenuhi keinginannya hingga mereka berkata

“Aku tidak akan menangis lagi.”

Intinya adalah kita harus pandai mengakali setiap tindakan si kecil. Tentu juga dengan metode yang berbeda, mengingat bahwa perlakuan harus beda berdasarkan usia. Disinilah kami semakin melebarkan arah pembicaraan hingga saya lupa waktu. Syukurlah Kurniawan sang komando (ketua kelas) datang memanggil saya.

Ya. banyak hal yang saya petik hari ini dari kisah Beliau bersama buah hatinya. Kini, Arif yang merupakan anak tertua yang baru menginjak kelas 5 SD juga telah pandai mengurus adik-adiknya. Tak terbanyangkan betapa kerepotannya Beliau setiap pagi karena harus mengurusi kelima buah hatinya yang akan berangkat ke sekolah. Beliau tergolong Ibu hebat karena sering membaca buku sehingga selalu fokus memberikan perhatian serta kasih sayangnya. Terlebih selalu tepat dalam menyikapi tingkah setiap buah hatinya.

Sekarang, Arif dan keempat adiknya juga sudah mandiri hingga mereka sudah pandai mencuci baju sendiri tanpa paksaan dari sang Ibu.

“Ibu senang sekali Nur, karena urusan di rumah semakin terbantu.” Ujar Beliau sambil menikmati lezatnya martabak telur dan secangkir teh hangat.

Selepas berbincang Saya dan anak-anak Beliau berangkat ke lokasi setelah sempat berpamitan. Kurniawan pun datang memanggil kami. Di sepanjang perjalanan Kurniawan mengatakan bahwa sebagian besar teman-temannya telah menunggu untuk belajar termasuk dirinya, hingga tidak ikut bermain bola di lapangan kampus Universitas Negeri Makassar yang berada di Parang Tambung.

                                          

Mendengarnya, membuat saya semakin terpacu untuk memperjuangkan tempat belajar mereka. Maklum sampai sekarang kami hanya belajar di lahan kosong bersama dengan teriknya matahari. Proses belajar mengajar diadakan setiap pukul 09.00 Pagi hingga Dhuhur.

Saya teramat bahagia karena sebelum kelas di mulai. Tampak langkah kaki kecil lainnya mengahmpiri kami karena juga ingin ikut belajar. Orang tua mereka juga menyambut baik dan terkadang mengajak saya berkomunikasi disela pembelajaran agar tetap bertahan mengajari mereka. Sebelum mengajar anak-anak, saya terlebih dahulu mendekati mereka. Terkadang menggunakan metode learning by doing. Saat mereka merasa senang, maka saya menyodorkan secarik surat berbentuk persetujuan orang tua mereka untuk mengikuti proses belajar di Gubuk Ceria.

Hal yang sebenarnya sedikit membuat saya pilu karena para volunteer tengah sibuk mengadakan kegiatan kampus di luar kota. Hingga saya sedikit repot kala menghadapi mereka dengan segala sikap yang berbeda-beda. Namun saya bahagia meski dengan cucuran keringat dan tenggorokan yang sempat sakit. Kami tetap bahagia belajar meski dengan kondisi yang serba kekurangan.

                         

    

Hari ini saya hanya kembali mengulang-ulang pelajaran yang telah saya ajarkan sebelumnya. Termasuk lagu “Pelangi-Pelangi” dalam bahasa inggris dan Huruf. Kami juga membuat topi dari koran bekas. Saya sempat mengambil beberapa gambar dan memperlihatkannya pada mereka.

Melihatnya, mereka sangat antusias apalagi setelah saya perlihatkan anak-anak dari Sanggar Kelapa. Tiba-tiba saja Kurniawan berkata

“Sinimaki ka’. Foto lagi” ujarnya.

Saya pun tersenyum. Tiba giliran Tina

“Ka, jalan-jalanki dulue. Masa’ disini teruski.”

hingga serentak mereka berkata

“jalan………jalan……..jalan………”

Ya. Mereka tidak hentinya bersorak sambil menarik-narik lengan baju dan menghampiri saya dari belakang. Seketika proses belajar terhenti dan mereka terus merengek minta diajak jalan. Dengan nada santai saya berkata

“In syaaa Allah, Kakak janji kita akan jalan-jalan. Tapi……. dengan syarat kalau Tina, Wandah, Khusnul, Zul dan yang lainnya bisa mempertunjukkan penampilan terbaiknya dalam Bahasa Inggris. Yang pintar kan adik, bukan kakak. Ibaratnya kita bersakit-sakit dahulu kemudian….”

Sontak saja mereka melanjutkan

“bersenang-senang kemudian.”

Kami pun tertawa lepas, sangat bahagia.

Leave a comment